Oke, guys, pegang popcorn kalian, karena kita bakal nge-spill drama terpanas di dunia animasi Indonesia: Merah Putih: One For All. Film ini seharusnya jadi kado manis buat HUT RI ke-80, tapi malah jadi bahan roasting di X. Anggaran Rp6,7 miliar, produksi dua bulan doang, tapi visualnya bikin orang pengen tutup mata. Apa sih yang bikin film ini kayak matcha latte: kelihatan fancy, tapi ada aftertaste pahit? Let’s dive in!
Cerita yang Bikin Hati Lumer, Tapi…
Jadi gini, ceritanya tuh heartwarming banget. Ada delapan anak dari seluruh penjuru Indonesia – Betawi, Papua, Medan, Tegal, Jawa Tengah, Makassar, Manado, sampe Tionghoa – yang ngebentuk Tim Merah Putih. Misi mereka? Nyari bendera pusaka yang hilang tiga hari sebelum 17 Agustus. Mereka nyebrang hutan, lawan arus sungai, semua demi satu kata: persatuan. Plotnya kayak matcha latte yang creamy, bikin hangat di hati. Tapi, bro, cerita bagus aja nggak cukup kalau eksekusinya kayak kopi instan murahan.
Produksi Kilat: Cepet Banget, Tapi…
Film ini mulai digarap Juni 2025, selesai dalam 70 menit, dan udah siap tayang 14 Agustus 2025. Dua bulan doang, guys! Anggaran Rp6,7 miliar, tapi pas trailer rilis 8 Agustus, netizen langsung nge-gas. Animasi kaku kayak robot, pencahayaan buram, latar belakang kayak bikinan Canva gratisan. Yang bikin netizen ngamuk? Banyak yang curiga film ini pake aset template dari platform kayak Reallusion. “Miliaran buat beli stock animasi? Seriusan?” tulis seorang warganet di X. Ini kayak pesen matcha latte premium, tapi disajikan pake gelas plastik.
Perfiki Kreasindo: Misteri Level Detektif
Nah, rumah produksi, Perfiki Kreasindo, juga ikut kena drag. Situs resmi mereka error, kayak website abad 90-an yang lupa diperpanjang. Info soal perusahaan? Kosong, bro. Bandingin sama Jumbo, animasi lokal yang budgetnya lebih kecil tapi visualnya jauh lebih polished. Bahkan Upin & Ipin disebut lebih punya jiwa. Netizen mulai nanya-nanya: ini proyek buru-buru buat kejar momen kemerdekaan, atau apa? Pahit banget, kayak nyesel abis nyedot matcha tanpa gula.
Produser Speak Up: Santai atau Ngeselin?
Produser Toto Soegriwo akhirnya buka suara di medsos. “Kritik? Biasa. Nonton dulu lah,” katanya, cool abis. Tapi, reaksinya bikin netizen split. Ada yang bilang, “Wah, chill banget.” Tapi banyak yang kesel: “Lo pikir kita nggak ngerti kualitas?” Pihak produksi bilang nggak pake duit pemerintah, tapi itu nggak cukup nyanyi damage control. Pertanyaan besar: Rp6,7 miliar itu ngalir ke mana? Ini kayak ngelupain sedotan pas minum matcha – bikin orang bingung sendiri.
Drama Jadi Magnet: Nonton atau Skip?
Lucunya, drama ini malah bikin film ini viral. Banyak yang tadinya nyinyir sekarang kepo, pengen ke bioskop buat nge-judge sendiri. “Mau lihat sejelek apa sih,” kata seorang di Instagram. Tanggal 14 Agustus 2025 bakal jadi grand finale: apakah film ini bakal bikin orang tepuk tangan atau cuma bikin cringe? Kontroversi ini kayak tambahan topping matcha: bikin orang penasaran, meski rasanya belum tentu enak.
Apa Pelajaran dari Drama Ini?
Merah Putih: One For All punya cerita yang bisa bikin orang Indonesia bangga: persatuan, toleransi, semangat juang. Tapi, kualitas visual dan drama produksi bikin orang ragu. Ini kayak matcha latte yang disajikan setengah mateng – potensinya ada, tapi penyajiannya bikin orang minta refund. Buat industri animasi Indonesia, ini wake-up call: duit banyak nggak jamin apa-apa kalau nggak ada kreativitas dan transparansi.
Hari penayangan bakal jadi penutup cerita. Apakah film ini bakal jadi karya kece yang bikin orang bilang, “Wah, Indonesia bisa!” atau cuma jadi meme baru di X? Satu hal pasti: drama ini ngajarin kita kalau karya lokal butuh hati, bukan cuma duit.
Catatan: Semua fakta udah dicek dari sumber terpercaya, termasuk berita dan diskusi di X, akurat per 10 Agustus 2025.